- OSL Group akuisisi Evergreen Crest demi akses cepat ke lisensi kripto dan berjangka di Indonesia.
- Masuknya OSL Group menandai keseriusan investor global terhadap pasar kripto Indonesia yang terus tumbuh.
OSL Group dari Hong Kong memutuskan untuk tidak hanya menjadi pemain di kandang sendiri. Perusahaan aset digital yang tercatat di bursa ini resmi mengumumkan akuisisi 90% saham Evergreen Crest Holdings asal Indonesia dengan nilai US$15 juta, berdasarkan laporan Market Screener.
Tapi bukan dalam bentuk uang tunai—pembayaran dilakukan lewat penerbitan saham baru. Strateginya cukup sederhana: daripada membangun dari nol, lebih cepat ambil alih perusahaan lokal yang sudah mengantongi lisensi.
Di tengah pasar kripto Indonesia yang makin ramai, langkah OSL ini seperti masuk lewat pintu yang sudah terbuka lebar. Evergreen Crest diketahui sudah memegang izin penting sebagai pelaku perdagangan kripto dan kontrak berjangka di Indonesia. Jadi, alih-alih ribet berurusan dari awal dengan regulasi, OSL cukup mengalir bersama arus yang sudah ada.
OSL Group Masuk Indonesia Saat Regulasi Lagi Padat-Padatnya
Waktunya pun terbilang menarik. Indonesia sedang sibuk memperketat aturan main di sektor kripto. Bahkan, di awal Mei 2025, Kepolisian mengungkap kasus judi online yang melibatkan penggunaan QRIS dan aset kripto sebagai sarana pencucian uang.
Ada dua tersangka yang ditangkap karena mengelola perusahaan cangkang dan ribuan rekening bank. Bayangkan kalau aktivitas semacam ini tidak dibersihkan, pelaku usaha resmi bisa ketiban getahnya.
Di sisi lain, CNF sebelumnya juga menyoroti DigiAsia Corp, fintech lokal yang justru melirik Bitcoin sebagai cadangan keuangan jangka panjang. Dana yang dialokasikan? Hingga US$100 juta. Langkah berani ini muncul saat banyak pihak justru berhati-hati menavigasi ketidakpastian regulasi. Tapi bisa jadi ini justru sinyal bahwa perusahaan besar melihat prospek jangka panjang kripto di Indonesia masih menjanjikan.
Lebih lanjut lagi, pada 5 Mei lalu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memutuskan untuk menangguhkan operasional proyek Worldcoin milik Sam Altman. Alasannya? Dugaan pelanggaran izin dan aktivitas mencurigakan, apalagi proyek tersebut menggunakan pemindaian iris untuk verifikasi pengguna. Operasi tanpa status resmi sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) jadi persoalan utama.
Dari Perdagangan Kripto ke Dunia Nyata
Tapi OSL tak datang hanya untuk berdagang kripto seperti biasa. Mereka membawa rencana besar: memperluas layanan ke ranah Real World Assets (RWA) dan Payment Finance (PayFi). Intinya, aset dunia nyata bisa diperdagangkan secara digital.
Coba bayangkan kalau aset seperti properti atau obligasi bisa dibeli secepat kita transfer saldo e-wallet. Bukan cuma itu, OSL juga berharap bisa mendongkrak adopsi dari pemain institusional.
CEO mereka, Patrick Pan, menyebut ekspansi ini sebagai bagian dari strategi untuk jadi standar baru industri di Asia Tenggara. Apakah ini terlalu ambisius? Mungkin. Tapi melihat langkah yang mereka ambil—langsung beli perusahaan lokal, bukan sekadar buka kantor cabang—jelas mereka tak ingin setengah-setengah.
Sementara itu, peta industri kripto di Indonesia juga terus bergerak. Pada 20 Mei lalu, Indodax, bursa kripto terbesar di negeri ini, mengangkat William Sutanto sebagai CEO baru.
Ia sebelumnya menjabat sebagai CTO dan dikenal sebagai figur yang dekat dengan pengembangan teknologi. Sutanto ditugaskan untuk memperluas kemitraan dan menjaga daya saing Indodax di tengah persaingan yang makin ketat.