- OKX kembali meluncurkan DEX dengan sistem deteksi penyalahgunaan real-time yang diklaim bisa cegah transaksi mencurigakan secara langsung.
- OKX Web3 hadir bareng sederet kolaborasi global, termasuk Mastercard dan Standard Chartered, untuk memperluas adopsi kripto.
Setelah sempat jadi sorotan karena disalahgunakan kelompok hacker, OKX akhirnya memutuskan untuk meluncurkan kembali layanan bursa terdesentralisasi (DEX) mereka, OKX Web3.
Sistem Real-Time Baru Jadi Andalan OKX
Peluncuran ini bukan cuma ganti tampilan atau upgrade kecil. OKX datang dengan sistem deteksi dan pemblokiran penyalahgunaan yang bekerja secara real-time. Jadi, transaksi mencurigakan bisa langsung diendus dan dicegah sebelum sempat bikin masalah.
OKX DEX will restart today with realtime abuse detecting and blocking system. OKX Web3 is Chrome and search engine to blockchain. Base on our understanding of onchain data, we help customers access to hundreds chains realtime data, manage multiple chains’ asset and engage with…
— Star (@star_okx) May 5, 2025
Langkah ini diambil menyusul insiden pada Maret lalu, ketika kelompok Lazarus yang berafiliasi dengan Korea Utara diduga menggunakan platform DEX OKX untuk mencuci dana hasil peretasan senilai sekitar US$100 juta.
Coba bayangkan kalau kamu punya pintu rumah tanpa lubang intip. Siapa pun bisa masuk tanpa ketahuan. Nah, sistem baru OKX ini ibarat memasang kamera, alarm, bahkan penjaga di depan pintu.
Mereka mengklaim bisa memblokir alamat dompet yang terindikasi punya rekam jejak buruk, sekaligus memberi peringatan kalau ada transaksi yang terkesan mencurigakan. OKX juga bilang sistem ini didukung audit dari tiga firma keamanan—bukan satu atau dua—yakni CertiK, Hacken, dan SlowMist.
Ekspansi Serius, dari Regulasi ke Kemitraan Besar
Di sisi lain, OKX juga terlihat makin aktif dalam ekspansi bisnis. Pada 15 April kemarin, mereka resmi kembali beroperasi di Amerika Serikat. Tapi bukan tanpa drama. Sebelumnya, seperti yang telah kami laporkan, operator OKX, yaitu Aux Cayes FinTech Co, sempat ketahuan menjalankan bisnis transfer uang tanpa izin.
Akhirnya mereka menyelesaikan kasus itu dengan membayar denda dan penyitaan sebesar US$505 juta ke Departemen Kehakiman AS. Sebagai bagian dari kesepakatan itu, mereka pindahkan markas AS-nya ke San Jose, California, dan menunjuk Roshan Robert sebagai CEO operasional di wilayah tersebut.
Lebih lanjut lagi, kolaborasi mereka nggak main-main. Pada 10 April, OKX mengumumkan kemitraan dengan Standard Chartered untuk meluncurkan program bernama “collateral mirroring.”
Intinya, ini memungkinkan institusi pakai aset kripto mereka sebagai jaminan, tanpa harus menyimpannya langsung di bursa. Skema ini diuji di Dubai dengan pengawasan dari Otoritas Regulasi Aset Virtual setempat. Standard Chartered bertugas sebagai kustodian independen, jadi nggak sembarangan orang bisa pegang asetnya.
Bukan cuma itu, pada 12 April, OKX juga menjalin kerja sama dengan dua pihak lain, yakni Komainu dan Atitlan. Yang satu adalah kustodian aset digital, yang lainnya manajer kekayaan kripto dari Inggris. Tujuannya? Supaya Atitlan bisa tetap trading 24 jam sehari tanpa kompromi keamanan, karena aset Bitcoin-nya diamankan oleh Komainu di kustodi terpisah.
Lalu yang cukup menarik, pada 28 April, OKX menjalin kemitraan dengan Mastercard. Ini membuka jalan untuk pemakaian stablecoin dalam transaksi sehari-hari, termasuk pembelian di lebih dari 150 juta merchant yang menerima Mastercard.
Rencananya, mereka akan meluncurkan “OKX Card,” kartu yang memungkinkan pengguna mengakses stablecoin-nya langsung untuk belanja. Jadi ya, kalau sebelumnya stablecoin cuma jadi aset nganggur di dompet digital, sekarang bisa dipakai beli kopi atau isi bensin.