- Hong Kong akan merilis kebijakan kedua aset digital dengan fokus pada integrasi teknologi dan penguatan layanan kustodian serta OTC.
- Ant Group ajukan lisensi stablecoin, sementara Beijing gunakan bursa Hong Kong untuk lelang aset kripto sitaan pemerintah.
Pemerintah Hong Kong bersiap merilis kebijakan kedua terkait aset digital pada Juni 2025, berdasarkan laporan RTHK. Ini bukan sekadar dokumen biasa—tapi penanda bahwa mereka belum selesai membentuk wajah industri kripto di wilayahnya.
Financial Secretary Paul Chan sendiri yang menyampaikan kabar ini di Caixin Summer Summit, menegaskan bahwa arah kebijakan kali ini akan lebih menekankan pada integrasi teknologi dengan layanan keuangan. Mereka ingin mendorong aset digital agar makin relevan di dunia nyata, dari sisi penggunaan hingga infrastrukturnya.
Menyiapkan Brankas Digital untuk Aset Kripto
Lebih lanjut lagi, pemerintah tampaknya juga ingin memperkuat sektor kustodian dan perdagangan over-the-counter (OTC).
Meski mungkin terdengar teknis, keduanya sangat penting untuk memastikan aset digital bisa ditangani secara aman dan profesional. Kalau dianalogikan, ini seperti membangun brankas supercanggih untuk menyimpan emas—hanya saja, kali ini bentuknya digital.
Ant Group, Beijing, dan Strategi Global Hong Kong
Di sisi lain, CNF sebelumnya melaporkan bahwa Hong Kong juga sedang mempertimbangkan legalisasi perdagangan derivatif kripto untuk kalangan investor profesional.
Langkah ini diawasi ketat oleh Securities and Futures Commission (SFC), yang rupanya melihat ini sebagai bagian dari strategi panjang agar Hong Kong tetap menonjol sebagai pusat keuangan digital Asia. Jadi bukan hanya mengundang inovasi, tapi juga menjaga kredibilitas di mata regulator global.
Menariknya, semua ini terjadi beriringan dengan langkah cepat dari sektor swasta dan penegak hukum. Contohnya, pada 12 Juni lalu, Ant International—anak usaha dari Ant Group milik Jack Ma—mengumumkan niatnya untuk mengajukan lisensi stablecoin di Hong Kong.
Mereka tidak main-main, karena sekaligus menargetkan pasar Singapura dan Luksemburg. Artinya, Hong Kong kini dilihat sebagai starting point yang menjanjikan untuk ekspansi stablecoin berskala global.
Bukan cuma itu, di hari yang sama, Departemen Bea Cukai Hong Kong menggandeng University of Hong Kong untuk merancang alat digital yang bisa melacak transaksi kripto mencurigakan. Tujuannya untuk menangkal pencucian uang lintas batas yang makin kompleks. Bisa dibilang, kolaborasi ini jadi semacam tameng siber yang bakal menjaga ekosistem kripto tetap bersih dan aman.
Lalu, ada hal menarik yang datang dari utara. Tanggal 9 Juni, terungkap bahwa otoritas Beijing melelang aset kripto sitaan mereka lewat bursa berlisensi di Hong Hong Kong. Prosesnya menggunakan jasa Beijing Equity Exchange dan bahkan didukung penuh oleh otoritas moneter Hong Kong (HKMA).
Ini bukan hanya soal lelang, tapi juga menunjukkan bagaimana Hong Kong telah dipercaya sebagai pintu masuk legal untuk transaksi kripto yang bahkan bersentuhan dengan aparat Tiongkok.